Pasukan
ALRI 0032 Melawan Pendaratan Awal NICA di Banyuwangi
Seperti di beberapa daerah lainnya
di Indonesia, Banyuwangi “sunrise of java” menyimpan kisah heroic perjuangan
yang patut dijadikan teladan. Keberanian dalam perjuangan tanpa pamrih yang
dilandasi dengan keinginan merdeka dan tidak mau dijajah bangsa lain membuat
mereka rela mengorbankan jiwa raganya ke pangkuan ibu pertiwi.
Mungkin
banyak diantara pembaca yang belum mengenal Pasukan ALRI 0032. Pasukan ALRI 0032 ini sebagian
anggotanya berasal dari pelajar di Kaigun Kokusyo Morokrembangan Surabaya
(Penerbangan Angkatan Laut pada zaman pendudukan Jepang di Indonesia) yang
setelah lulus Pendidikan ditempatkan di penerbangan Angkatan laut di Lawang
(Malang).
Setelah
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, di mana saat itu
terjadi perebutan dan peralihan kekuasaan dari Jepang ke RI, maka para anggota
Penerbangan Angkatan Laut baik yang dari Lawang maupun yang dari Morokrembangan
Surabaya menggabungkan diri ke dalam Badan Perjuangan Pemuda Penerbangan
Angkatan Laut di bawah pimpinan Letnan
Suwarlan.
Pada
bulan April 1946 mereka ini diperitahkan oleh Markas Besar Angkalan Laut
di Lawang untuk berangkat ke Jogja guna mengikuti PTKP (Latihan Polisi Tentara
Kementrian Pertahanan) di Markas kementrian Pertahanan RI di Gondokusuman no. 2
Jogjakarta.
Selesai
mengikuti pendidikan LPTKP selama ±4 bulan, mereka dikembalikan ke Jawa Timur
dengan nama pasukan 0032 TLRI (Tentara Laut Republik Indonesia) di bawah
pimpinan Letnan Suharto yang markasnya
berada di Batu (Malang). Selama di Batu mereka ditugasi menjaga gudang
perlengkapan yang tempatnya di atas pasar lama dekal sanatorium, menjaga tempat
tawanan Indo Belanda yang masih gadis di Songgoriti dan juga juga tempat
tawanan politik kaki tangan Tan malaka di Batu.
Pada
bulan September 1946 sebagian dari Pasukan ALRI 0032 ini, yaitu yang dari Seksi
3 dibawah pimpinan Letnan Misman
diberangkatkan ke Pangkalan X Banyuwangi dengan tugas utama untuk
mempertahankan pelabuhan Banyuwangi dari ancaman pendaratan agresor Belanda.
Selama di Banyuwangi oleh Komandan Pangkalan-X Letkol Abdul Halik. Seksi-3 Pasukan ALRI 0032 ini ditampung di
asrama SR Maudi Putri sebelah utara lapangan Banyuwangi (sekarang SDN
Kepatihan), yang kemudian ditempatkan di asrama Angkalan Laut di dalam komplek
pelabuhan Banyuwangi. Tiada berapa lama kemudian Komandan Pangkalan-X
Banyuwangi diserah terimakan dari Lelkol Abdul Halik kepada Letkol Tamboto.
Pada
bulan April 1947 seksi 3 Pasukan ALRI 0032 ini diganti dengan Seksi-1 Pasukan
ALRI 0032 di bawah pimpinan Letnan Soeleman
dengan susunan seksinya adalah sebagai berikut:
Komandan Seksi-1 : Letnan Suleman
Danru- 1 : Serma Aspangkat
Danru- 2 : Serma Pudjiardjo
Danru- 3 : Serma Wasito
Danru- 4 : Serma Tppin Sugeng
Bintara Staf : Serma Y. Basri
Wakil Danru-1 : Sersan Ahmad Adji
Wakil Danru- 2 : Sersan Supermak
Wakil Danru- 3 : Sersan Sirus
Wakil Danru- 4 : Sersan Sutipto
Dan 44 orang anggota Pasukan ALRI 0032
Seksi-1
Pasukan ALRI 0032 inipun sama halnya dengan seksi-3 dengan tugas pokok
mempertahankan Pelabuhan Banyuwnagi bersama anggota dari Pangkalan-X
Banyuwangi.
Ketika Belanda melakukan Agresi
Militernya yang pertama pada bulan Juli 1947, daerah Banyuwangi dipertahankan
oleh kesatuan-kesatuan baik dari Angkatan Darat maupun Angkatan Laut. Seksi-1
Pasukan ALRI 0032 di bawah pimpinan Letnan Muda Soeleman dengan jumlah
anggotanya sebanyak 44 orang dibagi dalam 4 regu mendapat tugas untuk mempertahankan
pelabuhan Banyuwangi.
Sebelumnya memang sudah nampak tanda
- tanda rencana serbuan Belanda ke Banyuwangi, khususnya pada malam hari mulai
sering terlihat adanya kapal-kapal layar yang mendekat sepanjang pantai
Banyuwangi tetapi segera lari menghindar dengan (menaikkan layar dan) menghidupkan mesinnya setelah pasukan kita melepaskan
tembakan kearahnya.
Untuk mengantisipasi serbuan Belanda
ke Banyuwangi pasukan kita menempatkan kantong - kantong pertahanan disepanjang
pantai Banyuwangi seperti di daerah Watudodol, Meneng, Ketapang, Sukowidi, termasuk
di Pelabuhan Banyuwangi sendiri.
Tanggal 21 Juli 1947 pagi, di depan
pelabuhan Banyuwangi terlihat motorboat mondar - mandir yang memberi kesan akan
adanya pendaratan pasukan dan tanpa diduga Belanda melakukan tembakan ke arah
kota Banyuwangi menggunakan meriam kapal dan bahkan dari pesawat udara.
Ternyata memang benar, pagi itu Belanda mendaratkan pasukannya di pantai
Meneng, Ketapang dan Watudodol.
Dengan persenjataan yang lengkap dan
modern pasukan Belanda mendarat dengan menggunakan kendaraan-kendaraan pendarat.
(Seperti di lansir oleh www.banjoewangie.blogspot.com
: Pada tanggal 21 Juli 1949 pada jam o6.15 pagi, pasukan Belanda/KNIL melakukan
penembakan dengan kanon dari kapal perang jenis pemburu “Evertsen” dan jenis
korvet “Buru” dan “Morotai”. Dan dengan berbagai kesulitan, akhirnya Belanda
berhasil mendaratkan pasukan marinirnya dengan kapal pendarat LT-101 dan LT-102
di bagian pantai, sekitar satu kilometer sebelah utara Banyuwangi)
Karena kalah jumlah dan kekuatan
maka pasukan yang menjaga di pantai daerah tersebut semuanya mengundurkan diri
ke arah pedalaman tanpa sempat memberitahu pasukan yang ada di tempat lainnya.
Seperti yang dituturkan pak M. Bahar
seorang pelaku sejarah yang pada saat peristiwa tersebut terjadi adalah anggota
Pasukan Jangkar Pangkalan X Banyuwangi kebetulan sedang mendapat tugas
mempertahankan pantai Meneng. Dengan persenjataan yang sangat terbatas, yaitu
hanya berupa 1 buah Mitraliur dan 3 Karabyn, benar-benar bukan tandingan
pasukan Belanda, sehingga tidak bisa memberikan perlawanan yang berarti. Begitu
kehabisan amunisi, seluruh anggota pasukan tanpa sempat menginformasikan ke
pasukan lainnya segera mengundurkan diri ke pedalaman menuju daerah Kecamatan
Licin untuk melakukan konsolidasi dan melanjutkan perlawanan dengan cara
bergerilya.
(dari sumber www.jawatimuran.net
Setelah
mengetahui bahwa peralatan musuh jauh lebih Icngkap dan modern, serta tidak
mungkin dibendung dengan persenjataan yang kita miliki, maka pos-pos pertahanan
yang berada di sebelah utara pelabuhan Banyuwangi seperti Gunung Romuk,
Watudodol, Meneng, Kelapang dan Sukowidi mengundurkan diri masuk kepedalaman
untuk meneruskan perlawanan dengan perang gerilya. Demikian juga Pasukan ALRI
0032 maupun yang dari Pangkalan-X yang bertugas mempertahankan pelabuhan
Banyuwangi mendapat perintah dari MB ALRI di Lawang untuk segera mengundurkan
diri. Namun perintah untuk menarik diri dari pelabuhan Banyuwangi ini dijawab
dengan lantang dan berani oleh Letnan Suleman selaku Komandan seksi : “Tidak,
pantai ini akan saya pertahankan sampai tetes darah yang terakhir. Lebih baik
mati berkalang tanah dari pada harus dijajah” )
Pasukan Belanda terus bergerak maju
menuju kota Banyuwangi, sementara itu pasukan TRI (Batalyon Infantri 6/Macan
PUtih yang di komando Mayor M. Abdul Rivai; baca cerita BATALYON 6 MACAN PUTIH
di Blog ini juga) yang menjaga asrama Inggrisan juga mengundurkan diri
menghadapi tentara Belanda yang terus maju sambil melakukan penembakan dengan senjata
mortir dan mitraliurnya.
Seorang pelaku sejarah lainnya
bernama pak Mustari yang tinggal di
desa Wongsorejo dan sudah berumur 91 tahun menceriterakan bahwa pada saat
Belanda mendarat melalui pantai Meneng, Ketapang dan terus bergerak menuju
kota. Pak Mustari yang pernah menjadi Kaigun pada saat itu tergabung dalam
Resimen Jangkar Pangkalan X Banyuwangi sedang berjaga di markas kesatuan yang
terletak di tengah kota. Mengingat kekuatan yang tidak seimbang seluruh pasukan
memutuskan untuk mengundurkan diri. Pak Mustari
yang masih berumur sekitar 25 tahun sempat membawa beberapa senjata yang
ketinggalan. Seluruh pasukan mengundurkan diri ke arah Jember utara (Banyuwangi
Selatan bergabung dengan Yonif 6 Macan Putih) untuk melakukan konsolidasi di
sana.

Mundurnya pasukan ini juga tidak sempat memberi tahu pasukan 0032 yang bertahan di pelabuhan. Menjelang sore Belanda yang sudah menguasai sebagian kota Banyuwangi terus melakukan penembakan - penembakan dengan menggunakan senjata mitraliur dan mortir. Sementara itu, pasukan yang berada di pelabuhan menyangka tembakan tersebut berasal dari senjata pasukan kawan, sehingga Serma Pudjiardjo Komandan Regu-2 segera naik ke atas tempat perlindungannya dan sambil melambaikan bendera merah putih berteriak agar tembakan dihentikan karena yang ditembaki adalah kawan sendiri.
Yang terjadi, tembakan tidak
berhenti malahan sebaliknya semakin gencar. Keadaan genting ini membuat
komandan Seksi segera mengontak pasukan kawan yang ber ada di pantai Sukowidi yang
terletak kira - kira 3 km dari pelabuhan (jalan masuk ke mirah fantasia via
sukowidi memang ada peninggalan bangunan belanda) ternyata yang menerima adalah
tentara Belanda.
Selanjutnya menghubungi pasukan
kawan yang berada di asrama Inggrisan, ternyata juga sudah kosong karena
semuanya telah mengundurkan diri pada saat Belanda masuk kota tanpa sempat memberi
tahu pasukan yang ada di pelabuhan.
Belanda sendiri setelah mengetahui
bahwa ternyata masih ada pasukan yang berada di pelabuhan, bergerak untuk
menghabisinya. Sementara itu pasukan 0032 yang menyadari bahwa tidak ada
pilihan lain, segera memutuskan untuk melawan pasukan Belanda yang mulai
mendekat.
Komandan Seksi Letnan Soeleman segera memerintahkan seluruh anggota untuk menghadapinya
dengan melepaskan tembakan ke arah serdadu Belanda yang semakin dekat guna
membendung gerak majunya. Pertempuran jarak dekat berlangsung sekitar satu jam
sehingga menimbulkan korban di kedua belah pihak, sampai pasukan 0032 benar-benar
kehabisan peluru.
Akhirnya Letnan Soeleman memerintahkan anggotanya untuk menyeberangi sungai
yang terletak di sebelah selatan pelabuhan. Namun karena pada saat itu air
sedang pasang maka pasukan 0032 mengalami kesulitan untuk menyeberanginya.
Kesempatan ini digunakan Belanda untuk menembaki anggota yang masih berada di
sungai, akibatnya banyak yang menjadi korban sampai air sungai berubah menjadi
merah oleh darah.
Sementara itu sebanyak 22 orang
pasukan tertangkap hidup - hidup oleh Belanda. Mereka dianiaya, disuruh
berbaris sambil telanjang bulat dipimpin oleh Letnan Soeleman sendiri.
Pertanyaan dari Tentara Belanda yang diajukan kepada mereka tidak satupun yang
dijawab. Tentu saja hal ini menyebabkan mereka semakin disiksa tanpa batas oleh
para anggota KNIL yang sebenarnya adalah saudara sebangsa sendiri (KNIL adalah
pasukan bentukan Belanda yg berisikan orang Belanda dan orang Indonesia).
Karena interogasi yang tidak berhasil ini menyebabkan Letnan Soeleman dan Serma
Y. Basri disuruh makan uang kertas ORI.
Puas melakukan penyiksaan, sore hari
itu juga mereka menggiring para tawanan ketepi laut. 21 orang Pasukan ALRI 0032
plus 1 Polisi Militer di paksa jalan walau sebenarnya kondisinya sudah tidak
berdaya karena siksaan Belanda dan semuanya disuruh masuk ke dalam lobang
perlindungan yang baru digali oleh pasukan 0032 pada pagi harinya untuk membuat
perlindungan senjata pompom.
Sebelum eksekusi dilakukan Letnan
Soeleman sebagai Komandan Seksi mengajukan protes atas perlakuan yang mereka
terima karena tidak sesuai dengan hukum internasional tentang prosedur bagi tentara
yang tertangkap musuh. Beliau sempat pula meminta kesempatan untuk menaikkan
Sang Saka Merah Putih, menyanyikan lagu Indonesia Raya dan memekikkan pekik
‘Merdeka’ sebanyak tiga kali, namun tidak satupun permintaan yang digubris,
bahkan mereka diikat dan digandeng menjadi satu sambil disuruh duduk di dalam
satu lobang yang sama. Menerima perlakuan biadab ini sekali lagi Letnan
Soeleman mengajukan protes, namun bukannya menerima jawaban malahan sebaliknya
mereka ditembaki dengan senjata sten-gun.
Kebanyakan dari mereka gugur
dipangkuan ibu pertiwi tanpa mampu mempertahankan dirinya. Ajaibnya, dari 22
orang yang dibantai ini ada 6 orang yang pada saat itu tidak sampai meninggal,
mereka merayap keluar setelah pasukan Belanda pergi karena menyangka semuanya
sudah mati. Merekalah yang kemudian menjadi saksi hidup peristiwa pembantaian
biadab tersebut. Total ada 16 korban pejuang ALRI 0032 yang gugur dalam
peristiwa itu termasuk dankie Letnan
Soeleman yang di eksekusi awal.
Pengorbanan yang tiada tara dan
tidak ternilai ini, mendapatkan penghormatan dari rakyat setempat dengan
membangun makam di tempat gugurnya para syuhada tersebut secara swadaya.
Mengingat para korban adalah anggota Angkatan Laut maka masyarakat setempat
mengabadikannya dengan membuat makam yang berbentuk kapal laut dan sebuah tugu
yang merupakan monumen bersejarah atas terjadinya peristiwa itu.
Pada tahun 1950 , Presiden Soekarno menyempatkan untuk
berziarah di TMP KSATRIA LAUT 0032 sambil membubuhkan tulisan tangan di atas
prasasti yang bertuliskan kata - kata: “ Hormatku Padamu Pahlawan” dan menandatanganinya di bawah tulisan tersebut. Ini
menunjukkan betapa beliau sangat menghormati para pahlawan bangsa, dan
sekaligus konsisten dengan kata - katanya sendiri yang mengatakan bahwa “Bangsa yang besar adalah bangsa
yang menghormati pahlawannya”
Dari peristiwa ini dapat saya simpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
·
Taktik Belanda tetap tidak efektif
dan Tidak efisien sebab untuk melawan kekuatan ALRI 0032 yg secara persenjataan dan
personil kalah jumlah, harus mengorbankan banyak personil KNIL (sumber lain yang
saya lupa link menyebut juga banyak korban dari pihak Belanda yang di masukkan ke
kapal mereka sehingga pihak ALRI/Indonesia tidak bisa tahu jumlahnya. Padahal personil di pihak kita, kebanyakan gugur dihabisi karena telah kehabisan
amunisi)
·
Perjuangan tanpa pamrih yang
ditunjukkan oleh para pejuang terjadi dihampir seluruh penjuru Nusantara
termasuk Banyuwangi yang berkorban demi tegaknya kedaulatan bangsa dan negara.
·
Peristiwa heroik yang banyak terjadi
di beberapa daerah, sebaiknya tetap diingat setidaknya oleh masyarakat
setempat agar tetap mengobarkan semangat kepahlawanan mereka. Mengingat jasa
mereka, itu merupakan kehormatan kita yang tinggal mengisi kemerdekaan.
Bangkitkan rasa nasionalisme dengan semangat Pahlawan yang gugur di persada
nusantara. Jiwa, semangat dan nilai juang seperti yang telah mereka tunjukkan
sampai dengan mengorbankan nyawa patut diteladani, dipelihara dan dilestarikan
oleh penerus bangsa.
·
Penghormatan kepada para pahlawan
bangsa yang telah nenyerahkan nyawa demi tegaknya NKRI perlu mendapatkan
apresiasi yang sepadan dengan pengorbanan mereka oleh Pemerintah dan seluruh
rakyat Indonesia
·
Tidak hanya Surabaya dengan 10
Novembernya dan Bandung yang terkenal dengan sejarah Bandung Lautan Apinya saja,
daerah di Indonesia yg di serang NICA dalam Agresinya. Banyuwangi juga adalah salah
satu lokasi penyerangan mereka. Ini di lihat dalam sejarah Perang Operasi
Lintas Laut ALRI, Pasukan ALRI 0032 di Boom dan Sejarah Yonif 6 Macan Putih (Batalyon yang
pernah ada di Banyuwangi yang kemudian di pindah ke Jember)
Sumber penulisan dari:
Bapak Gatot Suwardi dan Bapak Nono Sukarno - www.veteranri.go.id/no.6.pdf
Referensi : www.veteranri.go.id, www.jawatimuran.net,
www.banjoewangie.blogspot.com,
Ditulis ulang : Widiy
Tujuan : Memperbanyak Rujukan Informasi Peninggalan,
Budaya dan Sejarah Lokal Banyuwangi
Komentar